KAJIAN MAKNA
MATA KULIAH SEMANTIK
DISUSUN
OLEH
AFITA FASZIAH
ANGGI RETNA DEWI
ANNISA PARAMITA
ANUM MARDIANA
ARNITA
DAMAI EFENDI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
JURUSAN
BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM RIAU
PEKANBARU
2012/2013
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik ALLAH Swt. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyalesaikan makalah ini, yang berjudul Kajian Makna. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk melegkapi tugas mata
kuliah Semantik.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
maka dari itu kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepeda:
1.
Ibu Roziah, S.pd., M.A.,
sebagai dosen pengampu.
2.
Teman-teman yang telah memberi
motivasi bagi penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyelesaian makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Pekanbaru,
08 Maret 2013
Penulis,
DAFTAR ISI halaman
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR
ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar
Belakang dan Masalah
1
1.1.1. Latar
Belakang
1
1.1.2. Masalah
1
BAB II PEMBAHASAN
2
1.1.Istilah Semantik dan Makna
2
1.2.Pengertian Semantik
2
1.3.Jenis Semantik
3
1.4.Makna dan Masalahnya
4
1.4.1. Informasi
5
1.4.2. Maksud
6
1.4.3. Tanda, Lambang, Konsep, dan Defenisi
7
1.4.4. Beberapa Kaidah Umum
7
BAB
III PENUTUP
9
3.1.
kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang dan Masalah
1.1.1.
Latar
Belakang
Kajian makna lazim disebut
“semantik” (Inggris: semantics). kata semantik berasal dari bahasa Yunani semantikos
artinya penting atau mengandung arti. Semantikos berasal dari kata semainein yang berarti menunjukkan atau
menjelaskan tanda. Tanda atau lambang ini dimaksudkan sebagai tanda
lingusitik (Perancis: signelinguistique). Slametmujana (1964:1) menyatakan bahwa
semantik adalah penelitian makna.objek kajian semantik adalah makna, makna bersifat
arbitrer.
Untuk dapat memahami apa yang disebut makna atau
arti, kita perlu menoleh kembali kepada teori yang dikemukakan oleh Ferdinand
de Soussure, bapak linguitik modern. Menurut Ferdinand
de Saussure (1916), tanda bahasa itu meliputi
signifiant ‘penanda’ dan signifie
‘petanda’.
Sebagai istilah teknis, semantik
mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan kata lain anggapan bahwa
makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari
linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga
menduduki tingkatan tertentu. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
makna.
1.1.2. Masalah
Masalah yang
dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1.
Apa jenissintaksis?
2.
Apa yang dimaksud dengan makna dan masalahnya?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Istilah Semantik dan Makna
Kata semantik di
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa
Yunani sema (nomina: tanda); atau dari verba samaino (menandai, berarti).
Istilah tersebut digunakan para pakar
bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang
mempelajari makna. Semantik ada pada ketiga tataran bahasa (fonologi,
morfologi, sintaksis, dan leksikon. Morfologi dan sintaksis termasuk ke dalam
gramatika atau tanda atau tata bahasa).
Istilah semantik
baru muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American Philogical
Association (Organisasi Filologi Amerika) dalam sebuah artikel yang
berjudul Reflected Meaning: A point in semantics. Istilah semantik sudah ada
sejak abad ke 17 bila dipertimbangkan melalui frase semantic philosophy (Djajasudarma,
2009:1).
Pemahaman makna
(bahasa Inggris: sense) dibedakan dari arti (bahasa Inggris; meaning) di dalam
semnatik. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu
sendiri (terutama kata-kata). Makna
menurut Palmer (1976: 30) dalam buku semantik 1 karangan Djajasudarma
mengatakan makna hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut
Lyons (1977: 204) dalam semantik 1 menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan
makna suatu kata ialah memahai kajian kata tersebut yang berkenaan dengan
hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain.
Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal yang cenderung terdapat di dalam
kamus sebagai leksikon.
2.2. Pengertian Semantik
Semantik yang
semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai.
Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”.
Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa , maka semantik
merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa,
komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila
komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat
kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga
komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan
bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b)
lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan
tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu men gasosiasikan adanya makna tertentu (Palmer,
1981:5) dalam semantik pengantar studi tentang makna (Aminuddin, 1985: 15).
Kata semantik
dikemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik
yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang
mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, lata semantik dapat
diartikan sebagai ilmu tetang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa:
fonologi, gramtika, dan semantik (Chaer, 2009:2).
Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik adapula
digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan
semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari
suatu tanda atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam
studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan
objek yang lebih luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya.
Termasuk tanda-tanda lalu lintas, tanda morse, tanda-tanda dalam ilmu
matematika dan sebagainya. Sedangkan cakupan seantik hanyalah makna atau arti
yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
2.3. Jenis Semantik
Objek dalam studi
semantik adalah makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa
seperti kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kedudukan serta objek studi
semantik, yaitu makna dalam keseluruhan sistematika bahasa. Tampak tidak semua
tataran bahasa memiliki rasa semantik. Leksikon dan morfologi memiliki, tetapi
fonetik tidak. beberapa jenis semantik,
yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi
objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon
dari bahasa itu maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal. Dalam semanti
lekasikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahsa tersebut.
Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal.
Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebut
satuan bahasa bermakna.
2.4. Makna dan Masalahnya
Objek studi semantik adalah makna; atau dengan lebih tepat mekna
yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan
kalimat. Masalah kita sekarang apakah makna itu? Memang tidak mudah
menjawabnya. Persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet karena, walaupun
makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keretkaitan dan keterkaitannya dengan
segala segi-segi kehidupan manusia itu sendiri sangan kompleks dan luas. Karena
itu, sampai saat ini belum ada yang dapat mendeskripsikannya secara tuntas.
Bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda linguistik
itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang
merupakan satuan bermakna (Harimurti 1982:98) dalam Pengantar semantik Bahasa
Indonesia. Sedangkan istilah kata, yang lazim didenifisikan sebagai satuan
bahasa yang dapat berdiri sendiri dan dapat terjadi dari morfem tunggal atau
gabungan morfem (Harimurti 1982:72) dalam Penganter semantik Bahasa Indonesia
adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam buku ini kedua istilah itu
dianggap memiliki pengertian yang sama sebab, baik kata maupun leksem bisa
berwujud kata tunggal maupun gabungan kata (frase idiomatik). Bedanya hanya
leksem adalah istilah dalam bidang semantik sedangkan kata adalah istilah dalam
bidang gramatika.
Banyak orang mengerti sebuah kata atau leksem, sebagai tanda-bunyi,
sama dengan fonis atau deretan fonem-fonem yang membentuk kata itu. Lalu, oleh
karena itu pula dalam pembicaraan tentang semantik yang dibicarakan adalah
hubungan antara kata itu dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta
benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada di luar dunia bahasa.
Hubungan antara ketiganya itu disebut hubungan referensial.
Sebuah kata/leksem mengandung makna atau konsep itu. Makna atau
konsep bersifat umum; sedangkan sesuatu yang dirujuk, yang berada di luar dunia
bahasa, bersifat tertentu. Hubungan antara kata dengan dengan maknanya bersifat
arbiter. Namun, hubungannya bersifat konvensional.oleh karena itu, dapat
dikatakan, secara sinkronis hubungan antara kata dengan maknanya (atau lebih
tepat lagi: makna sebuah kata) tidak akan berubah. Secara diakronis ada
kemungkinan bisa berubah sesuai dengan perkembangan budaya dan masyarakat yang
bersangkutan.
Persoalan kita sekarang: apakah setiap kata merujuk kepada suatu
referen? Atau apakah setiap kata mempunyai referen? Jika diteliti, ternyata
tidak semua kata mempunyai referen. Kata-kata yang termasuk kelas nomina, kelas
verba dan ajektifa memang selalu merujuk kepada suatu referen; tetapi kata-kata
yang disebut preposisi seperti di, ke, dan dari, dan yang disebut konjungsi
seperti kalau, meskipun, dan karena tidak merujuk kepada suatu referen.
Kata-kata yang tidak mempunyai referen disebut kata-kata yang tidak bermakna
referensial; sedangkan yang mempunyai referen disebut kata-kata yang bermakna
referensial.
Jadi, referen sebuah kata adalah tetap, tidak berubah. Adanya kesan
tidak tetaap atau berubah itu adalah karena digunakannya kata iyu secara
metaforsis.
2.4.1. Informasi
Ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan bahwa kalau
bentuk(maksudnya bentuk kata atau leksem) berbeda maka makna pun berbeda,
meskipun barangkali perbedaannya itu hanya sedikit.
Namun, sampai saat ini banyak orang, termasuk juga banyak linguis
yang menyatakan bahwa kata ayah sama maksudnya dengan kata bapak, sebab
keduanya sama-sama mengacu pada orang tua laki-laki. Begitu pun kalimat Dika,
sebab keduanya memberi pengertian, keterangan, atau informasi yang sama.
Sesungguhnya pendapat mereka itu keliru kalau dilihat dari prinsip
umum di atas. Tetapi, mengapa terjadi demikian? Di sini kiranya mereka
mengacaukan pengertian tentang makna dengan pengertian informasi. Makna,
seperti sudah disebut-sebut di atas, adalah gejala dalam ujaran
(utterance-internal phenomennon); padahal informasi adalah gejala-luar-ujaran
(utterence-eksternal-phenomennon). Kata ayah dan bapak memang memberi informasi
yang sama, yaitu ‘orang tua laki-laki; tetapi maknanya tetap tidak persis sama
karena bentuknya berbeda. Selain itu kita pun dapat menguji dan distribusinya.
Dalam kalimat ayah saya sakit, kata ayah dapat kita ganti dengan kata bapak
sehingga menjadi bapak saya sakit.
Karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi maka banyak
juga orang yang menyatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan para
frase dari kalimat itu. Ini pun keliru sebab para frase tidak lain dari pada
rumusan informasi yang sama dalam bentuk ujaran yang lain. Jadi, kalimat Dika
menendang bola dapat dikatakan para frase dari kalimat bola ditendang Dika atau
sebaliknya.
2.4.2. Maksud
Beda makna dengan informasi, makna adalah gejala dalam ujaran,
sedangkan informasi adalah gejala-luar-ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu
yang luar ujaran ada lagi sesuatu yang lain juga luar ujaran, yaitu yang
disebut maksud.
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran hanya
bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar ujaran dilihat dari
segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi
sipengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut
metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lainnya. Selama masih
menyangkut segi bahasa maka maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan
bahasa. Tetapi kalau sudah terlalu jauh dan tidak berkaitan lagi dengan bahasa
maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai persoalan bahasa.
Istilah
|
Segi
(dalam
keseluruhan peristiwa pengujaran)
|
Jenis
Semantik
|
MAKNA
|
Segi lingual
atau dalam ujaran
|
Semantik
kalimat gramatikal, dan leksikal
|
INFORMASI
|
Segi objektif
(yakni segi dibicarakan)
|
(luar
semantik; ekstralingual)
|
MAKSUD
|
Segi
subjektif (yakni dipihak pemakai bahasa)
|
Semantik
maksud
|
Sekali lagi kita perhatikan, makna menyangkut segi lingual atau
dalam-ujaran, sehingga padanya kita menemukan persoalan semantik leksikal,
semantik gramatikal, dan semantik kalimat. Sedangkan informasi menyangkut segi
objek yang dibicarakan. Jadi, informasi tidak menyangkut persoalan semantik
karena sifatnya yang berada di luar bahasa( ektstralingual). Sebaliknya, maksud
yang menyangkut pihak pengujar maasih memiliki persoalan semantik, asal saja
lambang-lambang yang digunakan masih berbetuk lingual.
2.4.3. Tanda, Lambang, Konsep, dan Defenisi
Tanda dalam bahasa Indonesia pertama-tama adalah berarti “bekas”.
Pukulan rotan yyang cukup keras pada punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan
itu, yang berwarna kemerahan, mejadi tanda akan telah terjadi sebuah pukulan
dengan rotan pada tempat tersebut.
Lambang sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini
tidak memebri tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna
merah pada bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan warna
putih lambang “kesucian”.
Konsep sebagai referen dari suatu lambang memang tidak pernah bisa
“sempurna”. Oleh karena itu lah, kalau kita menyebu <kursi> atau
<pemuda> atau lambang apa saja, orang sering bertanya “ apa yang anda
maksud dengan kursi itu?”, atau juga “ apa atau siapa yang anda maksud dengan
pemuda itu? “. Semua ini membuat orang berusaha merumuskan konsep-konsep yang
ada dalam dunia idenya dalam suatu rumusan yang disebut defenisi atau batasan.
Secara umum defenisi atau batasan ini memberikan rumusan yang lebih diteliti
mengenai suatu konsep, walaupun defenisi itu sendiri sering kali juga bnayak
kelemahannya.
2.4.4.
Beberapa
Kaidah Umum
Beberapa kaidah yang harus diperhatikan berkenaan dengan studi
semanti adalah sebagai berikut:
(1)
Hubungan antara
sebuah kata/ leksem dengan rujukkan atau acuannya bersifat arbiter. Dengan kata
lain tidak ada hubungan wajib diantara duanya.
(2)
Secara
sinkronik makna sebuah kata/ leksem tidak berubah secara diakronik ada
kemungkinan berubah.
(3)
Bentuk-bentuk
yang berubah akan berbeda pula maknanya.
(4)
Setiap bahasa
memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda dengan sistem semantik bahasa
lain karena sistem semantik itu berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat
pemakai bahasa itu, sedangkan sistem budaya yang melatarbelakangi setiap bahasa
itu tidak sama.
(5)
Makna setiap
kat/ leksem dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan
sikap anggota masyarakat yang bersangkutan.
(6)
Luasnya makna
yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya
bentuk tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris
semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda); atau dari verba samaino
(menandai, berarti). Istilah tersebut
digunakan para pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa
(linguistik) yang mempelajari makna. Semantik ada pada ketiga tataran bahasa
(fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Morfologi dan sintaksis termasuk
ke dalam gramatika atau tanda atau tata bahasa).
beberapa jenis semantik, yang dibedakan berdasarkan tataran atau
bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi
objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknya
disebut semantik leksikal. Dalam semanti lekasikal ini diselidiki makna yang
ada pada leksem-leksem dari bahsa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada
leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah yang lazim
digunakan dalam studi semantik untuk menyebut satuan bahasa bermakna.
Masalah semantik meliputi:
(1)
Informasi
(2)
Maksud
(3)
Tanda, lambang,
konsep, dan definisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik
1. Bandung: Refika Aditama
Aminuddin. 1985. Semantik Pengantar
Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru.