Kamis, 25 April 2013

SEMANTIK



KAJIAN MAKNA
MATA KULIAH SEMANTIK
DISUSUN OLEH
AFITA FASZIAH
ANGGI RETNA DEWI
ANNISA PARAMITA
ANUM MARDIANA
ARNITA
DAMAI EFENDI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2012/2013

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik ALLAH  Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyalesaikan makalah ini, yang berjudul Kajian Makna. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk melegkapi tugas mata kuliah Semantik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepeda:
1.      Ibu Roziah, S.pd., M.A., sebagai dosen pengampu.
2.      Teman-teman yang telah memberi motivasi bagi penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 08 Maret 2013
Penulis,



DAFTAR ISI                                                                                         halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.       Latar Belakang dan Masalah 1
1.1.1. Latar Belakang 1
1.1.2. Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
1.1.Istilah Semantik dan Makna 2
1.2.Pengertian Semantik 2
1.3.Jenis Semantik 3
1.4.Makna dan Masalahnya 4
1.4.1. Informasi 5
1.4.2. Maksud 6
1.4.3. Tanda, Lambang, Konsep, dan Defenisi 7
1.4.4. Beberapa Kaidah Umum 7
BAB III PENUTUP 9
3.1.            kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10

BAB I
PENDAHULUAN
   
         1.1.         Latar Belakang dan Masalah
         1.1.1.  Latar Belakang
Kajian makna lazim disebut “semantik” (Inggris: semantics). kata semantik berasal dari bahasa Yunani semantikos artinya penting atau mengandung arti. Semantikos berasal dari kata semainein yang berarti menunjukkan atau menjelaskan tanda. Tanda atau lambang ini dimaksudkan sebagai tanda lingusitik (Perancis: signelinguistique). Slametmujana (1964:1) menyatakan bahwa semantik adalah penelitian makna.objek kajian semantik adalah makna, makna bersifat arbitrer.  
Untuk dapat memahami apa yang disebut makna atau arti, kita perlu menoleh kembali kepada teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Soussure, bapak linguitik modern. Menurut Ferdinand de Saussure (1916), tanda bahasa itu meliputi signifiant ‘penanda’ dan signifie ‘petanda’.
Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan kata lain anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai makna.
          1.1.2.  Masalah
Masalah yang dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1.      Apa jenissintaksis?
2.      Apa yang dimaksud dengan makna dan masalahnya?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Istilah Semantik dan Makna
            Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda); atau dari verba samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut  digunakan para pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna. Semantik ada pada ketiga tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Morfologi dan sintaksis termasuk ke dalam gramatika atau tanda atau tata bahasa).
            Istilah semantik baru muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American Philogical Association (Organisasi Filologi Amerika) dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meaning: A point in semantics. Istilah semantik sudah ada sejak abad ke 17 bila dipertimbangkan melalui frase semantic philosophy (Djajasudarma, 2009:1).
            Pemahaman makna (bahasa Inggris: sense) dibedakan dari arti (bahasa Inggris; meaning) di dalam semnatik. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).  Makna menurut Palmer (1976: 30) dalam buku semantik 1 karangan Djajasudarma mengatakan makna hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut Lyons (1977: 204) dalam semantik 1 menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahai kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal yang cenderung terdapat di dalam kamus sebagai leksikon.
2.2.       Pengertian Semantik
            Semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa , maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu men     gasosiasikan adanya makna tertentu (Palmer, 1981:5) dalam semantik pengantar studi tentang makna (Aminuddin, 1985: 15).
            Kata semantik dikemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, lata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tetang makna atau tentang arti, yaitu  salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramtika, dan semantik (Chaer, 2009:2).
            Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik adapula digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda-tanda lalu lintas, tanda morse, tanda-tanda dalam ilmu matematika dan sebagainya. Sedangkan cakupan seantik hanyalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
2.3.       Jenis Semantik
            Objek dalam studi semantik adalah makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kedudukan serta objek studi semantik, yaitu makna dalam keseluruhan sistematika bahasa. Tampak tidak semua tataran bahasa memiliki rasa semantik. Leksikon dan morfologi memiliki, tetapi fonetik tidak.    beberapa jenis semantik, yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal. Dalam semanti lekasikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahsa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebut satuan bahasa bermakna.
2.4.        Makna dan Masalahnya
Objek studi semantik adalah makna; atau dengan lebih tepat mekna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Masalah kita sekarang apakah makna itu? Memang tidak mudah menjawabnya. Persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet karena, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keretkaitan dan keterkaitannya dengan segala segi-segi kehidupan manusia itu sendiri sangan kompleks dan luas. Karena itu, sampai saat ini belum ada yang dapat mendeskripsikannya secara tuntas.
Bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Harimurti 1982:98) dalam Pengantar semantik Bahasa Indonesia. Sedangkan istilah kata, yang lazim didenifisikan sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dan dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Harimurti 1982:72) dalam Penganter semantik Bahasa Indonesia adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam buku ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama sebab, baik kata maupun leksem bisa berwujud kata tunggal maupun gabungan kata (frase idiomatik). Bedanya hanya leksem adalah istilah dalam bidang semantik sedangkan kata adalah istilah dalam bidang gramatika.
Banyak orang mengerti sebuah kata atau leksem, sebagai tanda-bunyi, sama dengan fonis atau deretan fonem-fonem yang membentuk kata itu. Lalu, oleh karena itu pula dalam pembicaraan tentang semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata itu dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada di luar dunia bahasa. Hubungan antara ketiganya itu disebut hubungan referensial.
Sebuah kata/leksem mengandung makna atau konsep itu. Makna atau konsep bersifat umum; sedangkan sesuatu yang dirujuk, yang berada di luar dunia bahasa, bersifat tertentu. Hubungan antara kata dengan dengan maknanya bersifat arbiter. Namun, hubungannya bersifat konvensional.oleh karena itu, dapat dikatakan, secara sinkronis hubungan antara kata dengan maknanya (atau lebih tepat lagi: makna sebuah kata) tidak akan berubah. Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah sesuai dengan perkembangan budaya dan masyarakat yang bersangkutan.
Persoalan kita sekarang: apakah setiap kata merujuk kepada suatu referen? Atau apakah setiap kata mempunyai referen? Jika diteliti, ternyata tidak semua kata mempunyai referen. Kata-kata yang termasuk kelas nomina, kelas verba dan ajektifa memang selalu merujuk kepada suatu referen; tetapi kata-kata yang disebut preposisi seperti di, ke, dan dari, dan yang disebut konjungsi seperti kalau, meskipun, dan karena tidak merujuk kepada suatu referen. Kata-kata yang tidak mempunyai referen disebut kata-kata yang tidak bermakna referensial; sedangkan yang mempunyai referen disebut kata-kata yang bermakna referensial.
Jadi, referen sebuah kata adalah tetap, tidak berubah. Adanya kesan tidak tetaap atau berubah itu adalah karena digunakannya kata iyu secara metaforsis.   
2.4.1.  Informasi
Ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan bahwa kalau bentuk(maksudnya bentuk kata atau leksem) berbeda maka makna pun berbeda, meskipun barangkali perbedaannya itu hanya sedikit.
Namun, sampai saat ini banyak orang, termasuk juga banyak linguis yang menyatakan bahwa kata ayah sama maksudnya dengan kata bapak, sebab keduanya sama-sama mengacu pada orang tua laki-laki. Begitu pun kalimat Dika, sebab keduanya memberi pengertian, keterangan, atau informasi yang sama.
Sesungguhnya pendapat mereka itu keliru kalau dilihat dari prinsip umum di atas. Tetapi, mengapa terjadi demikian? Di sini kiranya mereka mengacaukan pengertian tentang makna dengan pengertian informasi. Makna, seperti sudah disebut-sebut di atas, adalah gejala dalam ujaran (utterance-internal phenomennon); padahal informasi adalah gejala-luar-ujaran (utterence-eksternal-phenomennon). Kata ayah dan bapak memang memberi informasi yang sama, yaitu ‘orang tua laki-laki; tetapi maknanya tetap tidak persis sama karena bentuknya berbeda. Selain itu kita pun dapat menguji dan distribusinya. Dalam kalimat ayah saya sakit, kata ayah dapat kita ganti dengan kata bapak sehingga menjadi bapak saya sakit.
Karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi maka banyak juga orang yang menyatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan para frase dari kalimat itu. Ini pun keliru sebab para frase tidak lain dari pada rumusan informasi yang sama dalam bentuk ujaran yang lain. Jadi, kalimat Dika menendang bola dapat dikatakan para frase dari kalimat bola ditendang Dika atau sebaliknya.
2.4.2.  Maksud
Beda makna dengan informasi, makna adalah gejala dalam ujaran, sedangkan informasi adalah gejala-luar-ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu yang luar ujaran ada lagi sesuatu yang lain juga luar ujaran, yaitu yang disebut maksud.
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran hanya bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi sipengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lainnya. Selama masih menyangkut segi bahasa maka maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa. Tetapi kalau sudah terlalu jauh dan tidak berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai persoalan bahasa.
Istilah
Segi
(dalam keseluruhan peristiwa pengujaran)
Jenis Semantik
MAKNA
Segi lingual atau dalam ujaran
Semantik kalimat gramatikal, dan leksikal
INFORMASI
Segi objektif (yakni segi dibicarakan)
(luar semantik; ekstralingual)
MAKSUD
Segi subjektif (yakni dipihak pemakai bahasa)
Semantik maksud
Sekali lagi kita perhatikan, makna menyangkut segi lingual atau dalam-ujaran, sehingga padanya kita menemukan persoalan semantik leksikal, semantik gramatikal, dan semantik kalimat. Sedangkan informasi menyangkut segi objek yang dibicarakan. Jadi, informasi tidak menyangkut persoalan semantik karena sifatnya yang berada di luar bahasa( ektstralingual). Sebaliknya, maksud yang menyangkut pihak pengujar maasih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbetuk lingual.
2.4.3.  Tanda, Lambang, Konsep, dan Defenisi
Tanda dalam bahasa Indonesia pertama-tama adalah berarti “bekas”. Pukulan rotan yyang cukup keras pada punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna kemerahan, mejadi tanda akan telah terjadi sebuah pukulan dengan rotan pada tempat tersebut.
Lambang sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini tidak memebri tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan warna putih lambang “kesucian”.
Konsep sebagai referen dari suatu lambang memang tidak pernah bisa “sempurna”. Oleh karena itu lah, kalau kita menyebu <kursi> atau <pemuda> atau lambang apa saja, orang sering bertanya “ apa yang anda maksud dengan kursi itu?”, atau juga “ apa atau siapa yang anda maksud dengan pemuda itu? “. Semua ini membuat orang berusaha merumuskan konsep-konsep yang ada dalam dunia idenya dalam suatu rumusan yang disebut defenisi atau batasan. Secara umum defenisi atau batasan ini memberikan rumusan yang lebih diteliti mengenai suatu konsep, walaupun defenisi itu sendiri sering kali juga bnayak kelemahannya.
2.4.4.      Beberapa Kaidah Umum
Beberapa kaidah yang harus diperhatikan berkenaan dengan studi semanti adalah sebagai berikut: 
  (1)   Hubungan antara sebuah kata/ leksem dengan rujukkan atau acuannya bersifat arbiter. Dengan kata lain tidak ada hubungan wajib diantara duanya.
   (2)   Secara sinkronik makna sebuah kata/ leksem tidak berubah secara diakronik ada kemungkinan berubah.
   (3)   Bentuk-bentuk yang berubah akan berbeda pula maknanya.
   (4)   Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda dengan sistem semantik bahasa lain karena sistem semantik itu berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemakai bahasa itu, sedangkan sistem budaya yang melatarbelakangi setiap bahasa itu tidak sama.
   (5)   Makna setiap kat/ leksem dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang bersangkutan.
   (6)   Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut.
  
BAB III
PENUTUP 
         3.1.         Kesimpulan
Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda); atau dari verba samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut  digunakan para pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna. Semantik ada pada ketiga tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Morfologi dan sintaksis termasuk ke dalam gramatika atau tanda atau tata bahasa).
beberapa jenis semantik, yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal. Dalam semanti lekasikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahsa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebut satuan bahasa bermakna.
Masalah semantik meliputi:
    (1)   Informasi
    (2)   Maksud
    (3)   Tanda, lambang, konsep, dan definisi.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 1. Bandung: Refika Aditama
Aminuddin. 1985. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru.